Maka dalam terjemah bebas ‘perpustakaan minded’ dapat diartikan sebagai bentuk kebiasaan orang yang ingatannya tertuju kepada perpustakaan. Akal serta pikirannya selalu mengingat perpustakaan sebagai unsur penting dalam memenuhi kebutuhan inteletualnya.
Saya akan memisahkan antara kebutuhan akan buku dengan topic perpustakaan minded ini, sebab keduanya memiliki perbedaan. Orang yang memiliki kebiasaan membaca dan seorang pencinta buku tidak selalu berbanding lurus dengan kebiasaan berkunjung ke perpustakaan. Artinya seorang pencinta buku tidak serta merta menjadi seorang yang akrab dengan perpustakaan. Saat ini ketika buku menjadi barang mewah dikarenakan harga yang terus melambung, seorang pencinta buku yang memiliki dana berlebih dapat dengan mudah membeli buku yang diminati, sehingga tak harus berkeliling perpustakaan untuk membacanya. Lain halnya dengan pencinta buku yang menggantungkan harapannya dalam memuaskan dahaganya akan buku pada proses pinjam meminjam. Disinilah perpustakaan memainkan peranannya.
Sebagaimana sebuah kebiasaan, perpustakaan minded dapat diciptakan. Seseorang tidak dengan serta merta memiliki kebiasaan membaca sekaligus ‘perpustakaan minded’ apabila selama hidupnya tak pernah berhubungan dengan buku. Pertanyaannya adalah : siapa yang harus menciptakan atau membiasakan orang agar mememiliki kecintaan membaca sekaligus ‘perpustakaan minded’?
Jawabannya bisa sangat beragam. Yang paling dominan adalah orang yang bersangkutan. Ia telah dengan sadar memilih buku sebagai teman dalam segala kegiatannya dan datang ke perpustakaan untuk mencarinya. Bisa juga dengan tidak sengaja lingkungan (rumah dan pergaulannya) memungkinkannya untuk berhubungan terus dengan buku, sehingga mau tidak mau iapun turut mencintai buku dan datang ke perpustakaan. Atau karena gempuran dahsyat dari media untuk terus membaca dengan menyediakan banyak buku pilihan dengan harga miring atau malah gratis (yang terakhir masih dalam angan-angan!) kemudian iapun membelinya lantas menyimpannya di perpustakaan.
Perpustakaan minded adalah sebuah bentuk pemikiran yang dapat dibuat menjadi tren, menyebar, membudaya, yang akan membawa kita pada suatu masyarakat yang bermartabat. Sebagaimana semua tren, ia harus dipromosikan terus menerus agar orang ingat dan mengikutinya. Perpustakaan dapat berupa perpustakaan pribadi, perpustakaan kantor, atau perpustakaan madrasah.
Mari kita mencoba meruntun semuanya dari awal. Perpustakaan ada di setiap sekolah/madrasah, itu sudah menjadi sebuah keharusan yang pasti. Maka pengelola perpustakaan sekolah/madrasah (selanjutnya kita sebuat pepustakaan madrasah) bekerjasama dengan seluruh elemen madrasah menciptakan sebuah atmosfir yang “menghipnotis” siswa untuk berbondong-bondong mengunjungi perpustakaan dalam upaya mereka mencari bahan belajar yang bervariasi. Untuk itu perlu keterpaduan sikap dan tindakan dari kepala madrasah, seluruh guru, dan karyawan agar pengguna perpustakaan, dalam hal ini siswa dan guru, menjadikan perpustakaan sebagai tujuan pencarian dan penelusuran informasi.
Bila diurai lebih lanjut, yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Manajemen.
2. Kelengkapan koleksi.
3. Pendanaan.
4. Promosi. Perlu didesain sebuah konsep promosi yang menarik dan beraneka macam bagi pengguna untuk membuat mereka tertarik pada perpustakaan. Bukan hanya sekedar memajang koleksi (buku dan non buku) baru, tapi bagaimana melibatkan mereka dalam kegiatan perbukuan/kepustakaan semisal lomba-lomba, pembuatan majalah dinding, story telling, pustakawan siswa, bedah buku, dan lain-lain. Ide-ide baru dapat digali dari berbagai sumber, diantaranya internet.
Maka tren ‘perpustakaan minded’ bukanlah sesuatu hal yang mustahil. Ia dapat diciptakan oleh kita, praktisi pendidikan, (awalnya) di lingkungan terbatas : madrasah. Kelak anak-anak akan membawa kebiasaan mereka ke dalam lingkungan dan masyarakatnya. Maka perpustakaan tidak lagi hanya menjadi sebuah gudang buku, melainkan tempat favorit anak-anak muda. Amiiin